Rebo wekasan atau rabu terakhir dibulan shafar, istilah ini mungkin tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Yang merupakan tradisi yang dilaksanakan di hari Rabu terakhir di bulan shafar guna memohon pertolongan Allah terhadap berbagai musibah dan malapetaka yang diturunkan padan hari itu.
Tradisi ini berkembang di masyarakat Jawa, Sunda, Madura, Melayu dan sebagainya.Yang maan menurutnya hal ini merupakan tradisi turun-temurun warisan nenek moyang dan dirasa cukup memiliki nilai budaya yang penting didalamnya.
Terdapat beberapa ritual yang ad pada tradisi Rebo Wekasan ini, mulai dari berdoa dengan doa khusus hingga mengadakan selamatan.
Lantas bagaimana pandangan islam terhadap peristiwa Rebo Wekasan ini?
Berikut kami berikan beberapa pandangan dari ulama' kita mengenai hal ini:
1.HADHRATUSSYAIKH HASYIM ASY'ARI
Ketika ada yang menanyakanmasalah salat Rebo Wekasan ini, pendiri Nahdlatul ulama ini menjawab akan tidak disyariatkannya hal tersebut denan beberapa alasan kuat dan nukilan para ulama.
"tidak boleh memberi fatwa, megajak-ajak dan melakukan shalat Rebo Wekasan dan shalat Haiah yang disebut di pertanyaan. Dan dalil untuk hal itu tidak ada di kitab-kitab mu'tamad, dan telah diketahui bahwa andaikan amalan itu punya dasar, pasti para ulama sudah mendahului penyebutan dasar shalat tersebut dan keutamaannya.".(Buku NU menjawab problematika umat, jilid 1hal.217)
2.BUYA YAHYA
Rebo Wekasan atau rabu terakhir di bulan shafar in telah banyak yang membahasanya, akan tetapi bagaimana tanggapan Buya Yahya mengenai hal ini?
"Rebo Wekasan ini diyakini bahwa musibah, bencana dan lain sebagainya diturubkan pada hari itu. Tidak ada yang namanya hal-hal semacam ini, kita meyakini bahwa da satu hari dimana Allah turunkan berbagai musibah, bencana didalamnya. Hari bencana adalah hari dimana kita bermaksiat pada hari itu.
Adapun kisah yang kami dengar ialah ada seorang shaleh mengatakan bahwasanya dibulan ini kan datang bencana begini begini dan seterusnya. hal ini jelas bukan dari nabi bukan dari sahabat, akan tetapi dari seorang shaleh. nah, sekarang pertanyaanya apakah boleh kita mempercayai hal ini?
kaidah mempercayai hal ini dibahas dalam bab ilhamat, bab mengenai ilham. jika ada seorang shaleh atau wali berkata tentang sebuah kejadian, jika omongannya itu tidak bertentangan dengan syariat, maka anda bebas untuk memilih mau mendengar boleh, mau tidak juga boleh. Ingat Ilham hanya boleh dipercaya apabila tidak bertentangan dengan syariat
Kembali lagi dalam urusan ini yang melakukannya karena percaya ucapan seorang shaleh tadi tetapi jangan sampai mengatakan bahwa hal ini berasal dari Rasul Shallahu 'Alaihi Wasallam, Karena apapun yang diaktakan nabi wajib kita percayai."
Dalam hal ini, jikalau anda tidak mempercayainya janganlah keluar kata-kata yang buruk dan mencaci maki yang melakukannya, beri tahu baik-baik. Akan tetapi jikalau anda mempercayainya, jangan juga terlalu fanatik dan menyalahkan yang tidak mengerjakannya sampai-sampai anda merasa lebih baik dari orang lain, hal ini tidak dibenarkan. Dan yang lebuh buruk lagi anda membawa-bawa nabi Muhammad sebagai dasar dalam hal ini.
Wallahu a'lam


