Trauma Pohon Manggis


Lembarkisah - Sepulang sekolah aku melakukan apa yang sudah kurencanakan sebelumnya, yaitu memetik manggis. Pohon manggis yang tak jauh di belakang rumah nenek itu tak terlalu tinggi, berkisar 5 meter dan berada diatas bukit di sela-sela pohon duku dan sawit.

    Aku sudah berada di atas pohon itu, tidak di pucuknya, memetik satu persatu buah manggis di ujung dahan yang melambai. Saat kupetik salahsatu buah, terlihat olehku gulungan karet ban di atas sebuah dahan, mungkin pemanen sawit meletakkannya disitu pikirku. Lalu terdengar "Ssss" "Sss" kucari asal suara itu dan berasal dari gulungan karet ban tadi, bagaimana bisa? Setelah kuperhatikan lagi karet ban tadi bergerak dan menjulurkan lidah dan baru kusadari itu ular.

    Tanpa pikir panjang aku pun langsung terjun bebas dari ketinggian 3 meter diatas tanah dengan pendaratan yg kurang mulus. Kuteruskan dengan berlari menjauh dari pohon dengan kaki yang gemetaran, nafas ngos-ngosan dan jantung yang berdegup kencang. Betapa takut dan traumanya aku waktu itu sampai-sampai aku enggan memetik manggis dengan memanjat pohonnya, lebih baik kugunakan galah daripada bertemu dengan ular itu lagi, atau mungkin teman-temannya juga.

    Selang berapa tahun, kuberanikan melawan trauma itu memanjat dan tak kutemui di pohon manggis manapun hal yang selama ini kutakuti.

    Begitu pula di sebuah lingkungan, kelompok, kumpulan dan lainnya, ketika kita berada disitu ada hal kurang mengenakkan mengganggu kita entah itu orang, sistem, cara bergaul, berkomunikasi yang membuat kita memutuskan meninggalkan tempat tersebut dan enggan kembali. Terkadang hal semacam itu sengaja didatangkan kepada kita agar tahu bagaimana cara menghadapinya dan mengatasinya bukan malah membuat diri kita semakin hancur di dalam ketakutan.

What ever doesn't kills you simply makes you stronger.


Waldan Rhafidapala

Mulai menulis sejak berada dilingkungan pesantren, akan tetapi baru memulai blog baru-baru ini agar hidup lebih produktif

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama